Senin, 12 November 2012

Perpustakaan Batu Api : Bisnis Perpustakaan Masa Kini ?

Berawal dari membaca tulisan Sonia Fitri Jurusan Jurnalistik Fakultas Ilmu Dakwah dan Komunikasi UIN Sunan Gunung Djati Bandung di Media Indonesia Hal 18 Minggu, 11 November 2012 berselang sehari dengan tanggal dimana seluruh Bangsa Indonesia merayakan Hari Pahlawan. Tulisan tersebut mengangkat tentang Perpustakaan Batu Api, sebuah Perpustakaan Pribadi yang didirikan dengan berangkat dari idealisme ingin berbagi tanpa berorientasi profit, tulis Sonia pada artikel tersebut. Mengulas sedikit pemilik dari Perpustakaan ini adalah pasangan Pencinta Buku yaitu Anton Solihin dan Arum, Mas Anton sendiri adalah lulusan Jurusan Ilmu Sejarah UNPAD sedangkan Mbak Arum dalam tulisan ini tidak diceritakan sebagai lulusan mana. 

Saya sendiri sebagai seorang lulusan Jurusan Ilmu Perpustakaan belum tentu memiliki pemikiran idealisme untuk membangun sebuah Perpustakaan sedemikian rupa, apalagi dengan sebuah sistem yang mereka sebut itu sistem klasik. Dalam tulisan ini dikatakan Perpustakaan Batu Api masih menggunakan sistem manual, dan itu merupakan hal unik, karena tidak bernomor ataupun berkode lazimnya buku di Perpustakaan Umum, hanya terdapat cap khas Batu Api, dan juga terlihat dari sistem pendataan Anggotanya, yang masih dituliskan dalam sebuah kertas. Menurut pendirinya, penulis menulis bahwa sistem tersebut tetap dipertahankan karena mereka ingin menciptakan suasana rumah yang bersifat kekeluargaan, antara anggota perpustakaan dan pemilik saling berbagi dengan komunitas nonformal tetapi berkualitas. 

Terkait dengan hubungan sebuah sistem terhadap kualitas interaksi yang ada menurut saya itu tidak ada korelasinya, dan mereka berpendapat bahwa buku-buku yang berada di Perpustakaan Batu Api merupakan sebuah Investasi. Penulis mengutip dari wikipedia bahwa Investasi adalah suatu istilah dengan beberapa pengertian yang berhubungan dengan keuangan dan ekonomi. Istilah tersebut berkaitan dengan akumulasi suatu bentuk aktiva dengan suatu harapan mendapatkan keuntungan dimasa depan. Karena sebetulnya interaksi agar pengunjung Perpustakaan lebih nyaman dan merasakan suasana kekeluargaan adalah dengan sikap dari si "penjaga perpustakaan" itu sendiri, bukan dengan sistem, baik itu sistem klasik maupun sistem terautomatisasi. Hanya saja penulis menyayangkan kalaupun misalkan pendiri berpendapat bahwa koleksi mereka sebuah investasi, sangat disayangkan apabila tidak terkelola dengan maksimal.

Dalam artikel tersebut juga dijelaskan bahwa hampir 80 % biaya hidup pendiri Perpustakaan ini ditopang dari perpustakaan tersebut, dan ia tidak ingin menempatkan posisi penjaga perpustakaan sebagai profesi. Saya mulai memaknai, bahwa ini sebetulnya bukan sebuah Perpustakaan tetapi seperti pendapat Pak Putu Laxman Pendit pada sebuah group facebook Solidaritas Pustakawan Indonesia mengatakan, 
"Tanpa harus membuat kategorisasi yang terlalu rumit, Perpustakaan S.14 itu lebih menyerupai perpustakaan khusus yang terbuka untuk umum. Tetapi jika si pemilik galeri bermaksud mengembangkannya menjadi ruang berbayar (walaupun bentuknya donasi) maka tak usahlah menganggapnya ruang publik. Akan lebih baik lagi jika suatu saat pemiliknya terus terang saja berjualan informasi, dan Pustakawannya terus terang saja menjadi "manajer toko informasi"
Pendapat Pak Putu Menjelaskan tentang konsep bisnis Perpustakaan pada era sekarang ini, walaupun contoh yang dia pakai adalah sebuah Perpustakaan galeri seni, tapi saya sangat hapal betul awal mula perpustakaan tersebut berdiri dengan rasa idealisme yang sama dengan ketika Perpustakaan Batu Api berdiri. Apalagi ditambah dengan Perpustakaan Batu Api ini memberikan keuntungan materiel 80% dari seutuhnya kebutuhan si pendiri. Dan memang Penjaga Perpustakaan bukanlah suatu Profesi, Saya sendiri heran berarti konsep idealisme mereka untuk berbagi tanpa berorientasi profit itu bagaimana kondisinya saat ini?? tetap saja manusiawi kita butuh makan..Bayangkan wahai para Pustakawan Muda apakah kalian masih mengganggap Perpustakaan itu bersifat Non-Profit?dan Sosialis??mengambil ungkapan :
"Hanya orang bodoh yang meminjamkan buku kepada orang lain. Akan tetapi orang yang mengembalikan buku pinjaman adalah orang gila."(Gus Dur)
Silahkan anda memaknai nya sendiri....


Kamis, 08 November 2012

Perpustakaan Dalam Bingkai Berita (1)

Peran perpustakaan mungkin semakin menjadi sorotan di mata publik, dimulai dengan adanya fungsi perpustakaan sebagai sebuah lembaga non-profit untuk memberikan sumber-sumber bacaan gratis sampai menjadi sebuah lembaga penunjang bagi perkembangan minat baca di masyarakat. Konsep-konsep tersebut yang selalu diusung oleh perpustakaan di berbagai daerah, dimulai dengan diadakannya pameran perpustakaan di alun-alun kota pada hari minggu, hingga mengusung konsep perpustakaan keliling. Hingga awal bulan November kemari tepatnya pada tanggal 1-4 November Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan menyelenggarakan Festival Taman Baca Masyarakat yang diikuti oleh Taman Bacaan Masyarakat hampir diseluruh Indonesia. Selain itu juga saya menemukan artikel di sebuah koran Tempo hari rabu tertanggal 07 November 2012 pada kolom gaya hidup yang berjudul " Pengangguran Pahlawan Melek Baca". Dalam artikel tersebut diulas sosok dari Eko Cahyono (32 Tahun) yang menggagas Perpustakaan Anak Bangsa di daerah Malang, adalah seorang pengangguran yang terkena efek pemutusan hubungan kerja, dari efek pengangguran tersebut, "daripada bengong, saya membaca apa saja di rumah", begitu tutur dia. Sehingga bahan bacaan yang telah habis dilahap kemudian ditaruhnya di teras rumah, dari situlah muncul ide membuat perpustakaan, yang menjadikan mas Eko ini mendapatkan penghargaan SATU Indonesia Award dari Astra International.

Setelah itu, saya kembali membaca sebuah surat pembaca di harian Bisnis Indonesia tertanggal 8 November 2012 yang berjudul "Mendayagunakan Manfaat Perpustakaan" yang ditulis oleh seorang mahasiswa Akuntansi Universitas Ma Chung Malang Jawa Timur yang berisikan kekecawaan akan pendayagunaan perpustakaan secara maksimal terutama perpustakaan di tingkat Sekolah Dasar dan menengah. Hal-hal yang saya uraikan diatas menunjukan sebuah respon positif daripada masyarakat akan perkembangan dunia baca-membaca yang dari dahulu digembor-gemborkan oleh sebuah lembaga yang dinamakan Perpustakaan. Tetapi berbanding terbalik dengan dunia Kepustakawanan itu sendiri, kepustakawan adalah sebuah dunia dimana para personil yang membuat nama Perpustakaan itu hidup.

Ironi tersebut adalah ketidaktepatan kebijakan pemerintah dalam menggalakan UU No 43 Tahun 2007 tentang Perpustakaan dimana Profesi Pustakawan ini seharusnya diakui, baik dari segi Material maupun Immaterial. Segi materialnya adalah masalah tunjangan-tunjangan bagi para Pustakawan ini yang belum memenuhi kriteria dalam hal ini bisa diukur dengan materi yang mereka terima sesuai dengan UMP, sedang Immaterial berupa, pengesahan atau image branding dari perpustakaan adalah tempat pegawai buangan, dimana banyak pemberitaan bahwa para pegawai bermasalah, selalu dilimpahkan dan dimutasikan masuk kedalam bagian perpustakaan, dan yang lebih parah lagi malah menjadi seorang kepala perpustakaan. Terutama di tingkat Perpustakaan Sekolah. 

Mungkin hal tersebut yang menjadi efek terdapat sebuah keluhan dari masyarakan yang dia tuliskan dalam kolom surat pembaca harian Bisnis Indonesia tersebut. Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan sendiri bukannya fokus dalam permasalahan Perpustakaan Sekolah malah membuat proyek baru dengan mengusung Taman Bacaan Masyarakat. Sebetulnya dunia Keperpustakaan bukannya iri akan dibantunya Taman Bacaan Masyarakat itu, tetapi ini adalah sebuah dualisme yang aneh akan dunia baca-membaca Indonesia, buat apa menggelontorkan sebuah proyek kembali tanpa proyek sebelumnya didayagunakan dengan maksimal.

Rabu, 07 November 2012

Apa Itu Knowledge Management

Yah tulisan ini sebetulnya tulisan hanya sebagai catatan saja, karena hanya ingin tahu daripada hanya menjadi rasa ingin tahu dan lewat begitu saja maka saya catat saja dalam tulisan ini
Knowledge Management
Seorang Anggota TNI Mayor Czi Budiman S. Pratomo mengutip pendapat Alvin Toffler pada era informasi faktor yang menonjol adalah Mind (pikiran, pengetahuan). Pengetahuan sebagai modal mempunyai pengaruh yang sangat besar dalam menentukan kemajuan suatu organisasi. Dalam lingkungan yang sangat cepat berubah, pengetahuan akan mengalami keusangan oleh sebab itu perlu terus menerus diperbarui melalui proses belajar. Dalam era sekarang ini sangat populer dimana pengetahuan-pengetahuan itu diakumulasi untuk dijadikan sebuah data mentah dan dijadikan sebuah informasi yang disusun dan dikelola. Karena pada era informasi ini perusahaan-perusahaan sudah mulai terbuka wawasan nya akan pentingnya mengelola sebuah pengetahuan, seberapa pentingnya pengetahuan bagi berjalannya perkembangan roda bisnis perusahaan.
Data adalah kumpulan angka atau fakta objektif mengenai sebuah kejadian (bahan mentah informasi). Sedangkan Informasi adalah data yang diorganisasikan/diolah sehingga mempunyai arti. Informasi dapat berbentuk dokumen, laporan, multimedia atau dalam bentuk lainnya. Dan Pengetahuan (knowledge) adalah kebiasaan, keahlian/kepakaran, keterampilan, pemahaman, atau pengertian yang diperoleh dari pengalaman, latihan atau melalui proses belajar. Hanya saja dalam prosesnya, Pengetahuan itu adalah informasi yang didayagunakan dan dimaknai oleh si pengguna informasi tersebut. Sehingga terdapat dua konteks arahan dari pengetahuan itu sendiri. Dari penjelasan diatas dapat diartikan bahwa pengetahuan itu adalah sebuah data, karena didapatkan dari bentukan-bentukan pengalaman, dan akan terus berputar seperti circle karena ketika data diolah menjadi informasi dan dimaknai oleh pengguna sehingga menjadi pengetahuan yang didayagunakan, tetapi orang lain melihat itu dalam perspektif lain maka akan kembali menjadi data yang perlu diolah kembali untuk menjadi informasi bagi orang lain tersebut, dan dimaknai kembali oleh orang lain tersebut, dan seterusnya begitu berulang-ulang.
Pengetahuan terbagi dua, karena terlihat dari fenomena circle diatas :
  1. Pengetahuan Tacit merupakan bentuk pengetahuan yang masih tersimpan dalam pikiran manusia. Misalnya gagasan, persepsi, cara berpikir, wawasan, keahlian/kemahiran, dan sebagainya.
  2. Pengetahuan Eksplisit merupakan bentuk pengetahuan yang sudah terdokumentasi/terformalisasi, mudah disimpan, diperbanyak, disebarluaskan dan dipelajari. Contoh: manual, buku, laporan, dokumen, surat dan sebagainya.
Sehingga Pendefinisian tentang Manajemen Pengetahuan itu tergantung dari fungsi organisasi atau perusahaan tempat dimana Manajemen Pengetahuan itu diterapkan, hanya saja ketika melihat sekilas Manajemen Pengetahuan adalah proses dimana untuk menemukan, memilih, mengorganisasikan, menyarikan dan menyajikan serta menyebarkan informasi dengan cara tertentu yang dapat meningkatkan penguasaan pengetahuan dalam suatu bidang kajian yang spesifik. Atau secara umum KM adalah teknik untuk mengelola pengetahuan dalam organisasi untuk menciptakan nilai dan meningkatkan keunggulan kompetitif. Dalam artiannya KM itu adalah sebuah ilmu Multidisipliner yang mencakup banyak hal.

KM itu Ilmu Multidisipliner?
KM itu sendiri muncul dari sebuah kebutuhan pengembangan pengetahuan dalam organisasi, awal mulanya konsep ini mucul dari orang-orang manajemen karena kompetisi yang kian tajam dalam memperoleh keunggulan. Ketatnya kompetisi menyadarkan orang bahwa hanya penguasaan pengetahuanlah yang akan menentukan keunggulan suatu organisasi. Seperti halnya Napoleon Bonaparte berpendapat "Siapa yang menguasai informasi dia yang menguasai Dunia". Dari pendefinisian KM sendiri maka kita mendapatkan bidang-bidang ilmu yang berkaitan dengan Knowledge Management itu sendiri :
  • Ilmu keorganisasian 
  • Ilmu kognitif 
  • Linguistik 
  • Teknologi informasi -> knowledge-based system, database technology, information management 
  • Ilmu Perpustakaan
  • Teknik penulisan dan jurnalisme 
  • Antropologi dan sosiologi 
  • Pendidikan dan pelatihan 
  • Ilmu komunikasi 
  • Teknologi kolaborasi -> intranet, ekstranet, portal, web technologies
Konsep Penerapan Knowledge Management
Untuk dapat menerapkan knowledge management, kita harus mengenal komponen-komponen apa saja yang menyusun knowledge management. Dalam artikelnya yang berjudul EFQM Excellence Model and Knowledge Management Implications, Dilip Bhatt seorang konsultan Knowledge Management mengungkapkan tiga komponen knowledge management yang terdiri dari (Bhatt, 2000) yaitu People, Process, dan Technology.
Seperti yang dikemukakan Bhatt, setiap aspek dari knowledge management pasti berkaitan dengan tiga komponen tersebut, yaitu people, process, dan tehnology. Berikut adalah contoh dari tiga pilar diatas

  • People: Knowledge berada didalam people dan akan ditransfer ke people juga, jadi people adalah faktor utama dalam penerapan keberhasilan knowledge management.
  • Process: Proses membantu untuk mengeksternalisasi (tacit menjadi explicit) yang berhubungan dengan perubahan proses kerja, organisasi dan lain sebagainya.
  • Technology: Teknologi disini berperan serta sebaga enabler dalam knowledge management, dimana teknologi mempunyai fungsi dalam capture, store, update, search dan re-use knowledge atau yang sering kita kenal sebagai KMS (Knowledge Management System).
Hal terpenting lainnya yaitu empat pilar utama dalam penerapan knowledge management yang dikemukakan oleh Stankosky (2000), seperti tercantum pada gambar dibawah ini:


Stankosky menjelaskan bahwa empat pilar tersebut yang menopang kekuatan dalam arsitektur knowledge management:

  • Leadership. Kepemimpinan mengembangkan strategi yang dibutuhkan untuk keberhasilan dalam sebuah lingkungan. Strategi itu menentukan visi dan harus menyelaraskan KM dengan strategi bisnis untuk mendorong nilai dari KM ke seluruh organisasi. Fokusnya adalah membangun dukungan dari para eksekutif.
  • Organization. Memperkenalkan KM membutuhkan perubahan dalam organisasi, dan KM dituntut untuk menjadi katalis dalam budaya perusahaan. Untuk memulai perubahan dalam organisasi, KM harus diintegrasikan dengan proses bisnis.
  • Technology. Sebagai tools dalam KM yang sangat penting. Menentukan dan mendefinisikan kemampuan IT sangat penting agar sesuai dan sejalan dengan kebutuhan organsisasi.
  • Learning. Pembelajaran dalam organisasi (organizational learning) harus diarahkan kepada pendekatan seperti peningkatan komunikasi, menjalankan tim yang lintas-fungsi, dan menciptakan komunitas belajar. Dalam konteks ini belajar dapat dideskripsikan sebagai mendapatkan knowledge atau kemampuan melalui belajar, pengalaman, atau instruksi-instruksi. Manusia (people) memainkan peranan penting dalam hal ini, baik dalam mengoperasikan KMS sebagai tools untuk mensuport perusahaan, berkolaborasi, berkomunikasi, sharing ide, dan sebagainya.
Knowledge Management VS Perpustakaan
Perpustakaan seperti yang saya kutip dari wikipedia Dalam arti tradisional, perpustakaan adalah sebuah koleksi buku dan majalah. Walaupun dapat diartikan sebagai koleksi pribadi perseorangan, namun perpustakaan lebih umum dikenal sebagai sebuah koleksi besar yang dibiayai dan dioperasikan oleh sebuah kota atau institusi, dan dimanfaatkan oleh masyarakat yang rata-rata tidak mampu membeli sekian banyak buku atas biaya sendiri.
Tetapi, dengan koleksi dan penemuan media baru selain buku untuk menyimpan informasi, banyak perpustakaan kini juga merupakan tempat penimpanan dan/atau akses ke map, cetak atau hasil seni lainnya, mikrofilm, mikrofiche, tape audio, CD, LP, tape video danDVD, dan menyediakan fasilitas umum untuk mengakses gudang data CD-ROM dan internet.
Perpustakaan dapat juga diartikan sebagai kumpulan informasi yang bersifat ilmu pengetahuan, hiburan, rekreasi, dan ibadah yang merupakan kebutuhan hakiki manusia.
Oleh karena itu perpustakaan modern telah didefinisikan kembali sebagai tempat untuk mengakses informasi dalam format apa pun, apakah informasi itu disimpan dalam gedung perpustakaan tersebut atau tidak. Dalam perpustakaan modern ini selain kumpulan buku tercetak, sebagian buku dan koleksinya ada dalam perpustakaan digital (dalam bentuk data yang bisa diakses lewat jaringan komputer).
Dari penjelasan diatas saya mencoba untuk mengkaitkan konsep KM dan konsep dari perpustakaan itu sendiri sama. Hanya saja beberapa ahli berpendapat konsep KM itu sendiri lebih luas dari konsep perpustakaan, dan kenapa kebanyakan ahli-ahli KM adalah lulusan sekolah informatika bukan lulusan Ilmu Perpustakaan..??

Sumber Referensi :
Bhatt, D. 2000. EFQM Excellence Model and Knowledge Management Implications.
Stankosky, Michael. 2000. A Theoretical Framework. KM World. Special Millennium Issue.

Minggu, 04 November 2012

Melodic Of Life

Tulisan ini berkembang dari sebuah hasrat pemikiran yang tak kunjung padam, sebuah euforia kehidupan yang ingin selalu di hinggapi sebuah kenyamanan, kebahagiaan, dan tidak sedikit mengurangi kedinamisan hidup. mungkin saat tulisan ini ditulis, ada yang mungkin sudah mengirimkan uang dengan kalkulasi tertentu, ada yang masih giat-giat melakukan pekerjaannya, ada yang masih beromantika dengan sebuah mimpi. Dan saya adalah seorang manusia yang masih beromantika dengan mimpi tersebut, sehingga muncul lah tulisan ini.

Refleksi
sembari memandang layar smartphone yang saya miliki tertuang sms tentang kalkulasi jumlah transfer dari penggantian pembelian barang, yang seharusnya lebih baik barang tersebut saya ambil tanpa harus diganti dengan uang agar saya dapat membelikan berupa barang yang sama tanpa perlu repot-repot mengambil ke tempat beliau. Kembali mengingat masa-masa dimana saya berkuliah di sebuah kampus megah di kawasan perdesaan Jatinangor, disana lah saya mulai mencari-cari seoongok pengalaman yang mungkin bisa saya kembangkan suatu saat. Saat itu saya berkuliah di Jurusan Ilmu Informasi dan Perpustakaan, sebuah jurusan yang bernaung di sebuah Fakultas tersohor, Fakultas Ilmu Komunikasi. Sampai-sampai setiap saya ditanya berkuliah dimana, saya tidak menyebutkan jurusannya tapi menyebutkan nama Fakultas yang jadi penaung dari jurusan saya tersebut. Dari situ mulailah saya belajar yang namanya Ilmu Informasi dan Perpustakaan.

Kuli-Ah
Masa-masa menjalani kuliah saya semakin ditempa dengan rasa ingin tahu tentang berbagai macam hal, tentang sudut-sudut keilmuan perpustakaan, sudut-sudut keilmuan berorganisasi, yang menurut saya adalah sebuah makna agar mimpi saya terwujud, mimpi seorang anak kampung yang masih haus akan bentuk sebauh keidealisan konsep ilmu. Bernaung di sebuah organisasi bertaraf Himpunan, berjibaku menggali potensi diri, menganalisis semua program-program yang berjalan, ditumpuk dengan rasa pertemanan yang nyata sembari menumbuhkan jiwa loyalitas saya pada organisasi tersebut, memberikan efek kritis bagi pemikiran saya ketika diberikan sebuah permasalahan. Dituntut untuk menghasilkan sebuah karya, berupa ijazah membuat saya berjibaku dengan kajian-kajian beragam keilmuan, dari mulai tata cara kodifikasi pengetahuan, tajuk subjek, indexing, abstracting, manajemen rancang bangun, sumber daya manusia, implementasi teknologi informasi, sampai pada kajian penyelerasan wujud kesempurnaan ilmu perpustakaan.

Selain itu, ditempa dengan kebutuhan perut dan lifestyle mahasiswa di Bandung, menumbuhkan saya untuk menerawang dan bermimpi lebih untuk menggali potensi di bidang enterpreneurship, lalu muncul lah konsep set up library: based on project dalam pemikiran saya. Bermula dengan proses magang di Perpustakaan fakultas tempat saya berkuliah, dibutuhkan untuk instalasi otomatisasi katalog pencarian di berbagai Perpustakaan Daerah, Migrasi dan Pembuatan template catalogue based on web. sampai kepada wujud mimpi saya set up library based on project saya jalani hingga masa akhir saya menyandang gelar Mahasiswa.

Present : Now
Saat ini, yang saya maksud saat ini adalah dimana setelah saya mengakhiri gelah ke-Mahasiswa-an saya, dan masuk kedalam sebuah ranah sedikit naik tanggung jawab. Saya memulai karier saya dengan menjadi Pustakawan perguruan tinggi atau tepatnya sekolah tinggi swasta di Bandung, maklum memilih di Bandung karena saya cinta kota ini, cinta suasana sejuknya, cinta akan kehadiran terutama yah pacar saya. Pada waktu itu adalah dimana saya mulai bekerja sekitar 2 minggu setelah sidang pelepasan status ke-Mahasiswa-an saya, sehingga notabene saya belum memiliki ijazah dan saya pun belum di wisudakan (sebuah profesi adat, untuk melepaskan gelar mahasiswa) Menjadi pustakawan perguruan tinggi merupakan profesi yang naik turun, cukup dinamis (tapi ini tergantung perguruan tinggi mana yah) dan lumayan waktu kerjanya juga dari sistem pengupahan yang saya dapatkan katanya lumayan besar untuk ukuran seorang pustakwan perguruan tinggi swasta yang baru sekitar tahun 2008-an berdiri (pada waktu saya lulus tahun 2011).

Dikarenakan, pola-pola pekerjaan yang kurang sesuai dengan hati, dan skema budaya kerja yang menuntut untuk saya stay disana tanpa melakukan apa-apa hanya duduk termenung menunggu seseorang yang jabatannya sedikit lebih sentral daripada saya pulang duluan, karena menunggu agar saya tidak di sindir "kok udah pulang? ngapain pulang?besok kan kesini lagi" (damn shit sampai sekarang, kata-kata tersebut membekas dan menciptakan sedikit trauma pada diri saya). Pada bulan keempat saya bekerja disana dan itu sekaligus pertanda kontrak 3 bulan saya habis, dengan begitu dramatisnya saya berhasil tidak memperpanjang kontrak dengan syarat saya mengajukan surat pernyataan tidak memperpanjang kontrak kerja ( dalam UU sebetulnya tidak diharuskan saya membuat ini!!)

Dan sekarang bernaunglah saya menjadi pustakawan di sebuah konsultan hukum yang bergerak dalam Litigasi di Kota Jakarta, entah kemana lagi pemikiran dan mimpi saya akan menerawang, tetapi saya akan tetap bermimpi dan Mimpi itu akan tetap berlanjut.

You Can Do Anything If You Have Enthusiasm --Henry Ford--

Rabu, 31 Oktober 2012

Elegi Diorama 3 Hal.

Pemikiran ini sepenuhnya hanya melintas begitu cepat, tetapi menurut saya sangatlah berharga untuk dituliskan. Ini tentang hidup, yah isi blog saya mayoritas bersubjek hidup. Wajarlah maklum sarjana muda, seorang angsa buruk rupa, kelabu yang sudah berani bermimpi untuk menjadi seekor angsa putih. Tulisan ini pun sedikit bernada harapan, hanya kiranya janganlah dikira sombong. Karena ini hanyalah tulisan, yang mengandung sebuah makna jiwa yang berputar-putar di kepala, daripada terbuang lebih baik kutuliskan disini, siapa tahu berharga.

Hidup sebagai Pekerja saya mulai ketika bekerja di Jakarta, bekerja di sebuah kantor konsultan hukum dengan label pustakawan hukum di tangan. Sungguh bangga seorang sarjana baru langsung bekerja dan mendapatkan segenggam uang hasil keringat sendiri yang cukup. Hal tersebut sangatlah membuat bangga bagi pemuda kampung seperti saya, pemuda kampung yang masih haus akan pengalaman-pengalaman. Karena dahulu sejak di kampung untuk bermain ke Mall pun susah, yang ada hanya menari-nari bersama itik dan membelai lembut batang-batang padi.

Mungkin ini adalah sebuah jejak pengalaman yang tak terkira, memakai kemeja necis bercelana bahan licin, dan bersepatu pantofel mengkilat laksana eksekutif muda yang gambarnya selalu terpampang dalam baner-baner iklan di sebuah pusat perbelanjaan. Sangat elegan, dan menandakan berpendidikan. Tetapi disudut rasa lain, saya mulai jengah dengan pakaian ini, saya merasakan sebuah kegelisahan sendiri, sebuah bentuk kapitalisme atau penjajahan pada diri sendiri. Baju dan celana lengkap dengan sepatu yang saya kenakan menandakan bahwa saya memiliki sebuah keterbatasan yang sangat hakiki. Walaupun di sudut lain ketiga hal tersebut menandakan bahwa saya seorang pekerja, berangkat pagi pulang petang memiliki segudang kesibukan dan memiliki kasta sendiri diatas pengangguran.

Entah kenapa saya kembali berpikir untuk mengenakan kaos rombeng lusuh, celana jeans, dan bersepatu kets, kembali ke pada masa pemikiran ini masih bergejolak pada mimpi-mimpi yang masih jauh dari namanya realitas. Bernostalgia, bercumbu mesra dengan suasana tersebut, suasana dimana masih bisa berpikir bebas tentang banyak hal, masih bisa bergumam tentang hirarki ketidakidealan, sangat berbeda dengan sekarang. Walaupun romantisme dunia mahasiswa sebentar lain akan hinggap di depan mata, tetapi pemikiran saya merasakan hal itu mungkin nantinya akan lebih jauh statis dan tidak berdinamisasi, juga apakah masih akan berpikir secara mendalam tentang hyper realitas, tentang kedinamisan dunia kampus.

Melihat mahasiswa baru sekarang pun, rasa nya saya tidak melihat sosok yang dahulu ketika saya masuk dunia kemahasiswa memiliki rasa semangat juang, memiliki beban tanggung jawab moral, dan sebuah harapan semu dari orang rumah. Dimana kita merupakan pucuk-pucuk harapan mereka kelak. Betul, tetapi inilihan hidup, hidup penuh makna, hidup penuh kalkulasi, tinggal bagaimana kita merasa, melihat dan mendengar. Jalani dengan syahdu dan penuh rasa syukur.

Minggu, 28 Oktober 2012

Semangat Sumpah Pemuda : Semangat Pustakawan Muda

Ketika membaca ulang salah satu tulisan Pak Putu Laxman Pendit, mengingatkan saya kembali ketika sedang mencari inspirasi untuk memulai membuat tugas akhir berupa skripsi, isi tulisannya sebagai berikut :


Bidang ini seringkali dilihat sebagai sekumpulan kegiatan praktis yang mengandung serangkaian aktivitas prosedural untuk menyelesaikan persoalan-persoalan kongkrit, sehingga hal-hal yang teoritis dianggap kurang perlu. Pandangan seperti ini sudah amat lama terjadi, sebagaimana dikeluhkan oleh Pierce Butler yang menulis lebih dari 70 tahun yang lalu: 
"…the librarian is strangely uninterested in the theoretical aspects of his profession….The librarian apparently stands alone in the simplicity of his pragmatism: a rationalization of each immediate technical process by itself seems to satisfy his intellectual interest. Indeed any endeavor to generalize these rationalizations into a professional philosophy appears to him, not merely futile, but positively dangerous." (Butler, 1933; xi-xii).
Sebenarnya ketidak-tertarikan pustakawan pada aspek teoritis tidaklah mengherankan. Dalam kegiatan sehari-hari, pustakawan lebih memerlukan catatan petunjuk kerja (manual) atau catatan prosedural untuk melaksanakan kegiatan tertentu. Buku-buku petunjuk, misalnya AACR untuk melakukan pengatalogan dan DDC untuk menetapkan nomor klasifikasi, lebih dianggap diperlukan dalam pekerjaan sehari-hari. Kegiatan lain, seperti pelayanan rujukan atau sirkulasi, lebih banyak dilakukan berdasarkan pengalaman “turun temurun” (yang mungkin tercatat, dan mungkin juga tidak) di kalangan pustakawan. Dari keadaan inilah, seringkali pendidikan profesi pustakawan juga tak terlalu merasa perlu menyentuh teori atau bahkan tak perlu berlandaskan ilmu. 

Lebih dari satu dekade yang lalu, Biggs sudah menyinggung hal ini dan menegaskan (atau mungkin menggerutu) bahwa ”ilmu perpustakaan” tak pernah ada, melainkan yang ada adalah ”kepustakawanan” (librarianships). Ia mengambil posisi lebih tegas karena berkonsentrasi pada produk sekolah-sekolah IP&I yang memang bertujuan menghasilkan para pustakawan sebagai pekerja di perpustakaan. Menurutnya, 
Librarianship (I have never felt comfortable calling it library "science") is not a discipline, nor has it the potential to become one. (…) There is no unified science, no discipline; therefore, the field does not yield theory or attract many theorists or scientists or even very many serious intellectuals (1991 : 192).
Biggs mengatakan, kepustakawanan adalah sebuah “professional study”, bukan sebuah “academic discipline” karena hanya berkonsentrasi pada persoalan-persoalan teknis yang membutuhkan solusi-solusi teknis pula. Memang, untuk memecahkan persoalan tersebut kadang-kadang diperlukan berbagai ilmu dan teori, mulai dari ekonomi, sosiologi, psikologi, matematik, ilmu komputer, linguistik (untuk klasifikasi dan analisis isi buku, misalnya), sejarah, ilmu hukum (misalnya untuk persoalan hak cipta), manajemen, ilmu politik, fisafat, sampai kimia (misalnya untuk persoalan pelestarian bahan pustaka). Namun, menurut Biggs, pustakawan tak perlu menjadi ilmuwan dari berbagai cabang ilmu tersebut, dan perpustakaan hanyalah objek bagi ilmu-ilmu tersebut, sama halnya dengan rumah sakit dan segala kegiatan di dalamnya adalah objek dari berbagai ilmu (mulai dari manajemen, ilmu hukum, sampai ilmu gizi). Sebab itulah pustakawan sering tak merasa perlu mempersoalkan teori dan ilmu, karena toh mereka hanya mempraktikkan apa yang sudah diteliti atau dikembangkan oleh berbagai ilmu lain. 

Keadaan di Indonesia tak jauh berbeda dari sinyalemen Biggs di atas. Kajian yang dilakukan oleh Laksmi dan Wijayanti (2012) memperlihatkan betapa miskinnya penelitian IP&I di kalangan akademisi dan praktisi perpustakaan. Kalaupun ada penelitian, penekanannya lebih kepada pemecahan masalah-masalah teknis, khususnya dalam hal pengembangan dan pengelolaan koleksi. Banyak pula kajian yang dilakukan hanya sebagai evaluasi terhadap efisiensi kerja dan efektivitas layanan perpustakaan. Ini tak terlalu mengherankan, sebab tujuan utama dari pendidikan profesionalisme pustakawan di Indonesia memang adalah menghasilkan tenaga-tenaga trampil yang siap bekerja.

Pada waktu saya sedang mencari ide-ide untuk tugas akhir saya, masa-masa tersebut adalah masa dimana pikiran terbagi dua. Antara pikiran ingin menulis apa dan pikiran yang sedikit meracau, setelah lulus nanti saya akan jadi apa? Mungkin tidak heran dua pikiran tersebut sangatlah lazim ditemukan pada mahasiswa-mahasiswa tingkat akhir nanggung pada masa kini. Karena tak lain adalah sebuah kebiasaan masyarakat kita yang selalu bertanya pada mahasiswa-mahasiswa tingkat akhir tentang, kapan lulus, kalau sudah lulus nanti mau kerja apa? Nah, hal-hal seperti itulah yang kian marak menggelayuti mahasiswa-mahasiswa tingkat akhir.

Terkait dengan tulisan tersebut, saya kembali merefleksikan saat saya menemukan ide, tentang judul skripsi yang mungkin menurut dosen-dosen di jurusan (sekarang sudah ganti Departemen) saya dulu kuliah agak sedikit nyeleneh. Dan sayang nya saya baru membaca tulisan pak putu tentang penekanan budaya penelitian dan pemikiran-pemikiran para peneliti di Indonesia khususnya di Bidang IP&I ini lebih ke ranah kajian-kajian teknis yang bersifat evaluasi prosedural. Lebih ke arah kajian-kajian "Apakah sudah sesuai standar?", "Bagaimana Standar ini dan itu dapat diterapkan di perpustakaan anu?". Sehingga, ketika saya berkunjung ke perpustakaan yang dikhususkan untuk koleksi skripsi, thesis,disertasi dari fakultas saya. Saya kembali melihat betapa banyaknya tema-tema seperti efektivitas jasa layanan, efektivitas temu kembali informasi, peran jasa layanan, pengaruh sistem otomasi dalam proses temu balik, dan masih banyak lainnya yang menunjukan memang betul ini lebih mengarah kepada kajian-kajian untuk menguji sebuah langkah prosedural, bukan sebuah kajian pemaknaan dari sebuah kaidah keilmuan.

Dan pada akhirnya saya memilih untuk mengambil tema evaluasi dalam ranah kualitatif tentang sistem teknologi, yang menurut saya penelitian menggunakan pendekatan kualitatif adalah sebuah penelitian yang memang bukan untuk menekankan kepada aspek pengujian sesuatu, tetapi lebih kepada mendalami makna yang terkandung dalam sebuah fenomena dari yang sedang kita akan teliti. Nah, kembali dengan mengusung tema tersebut terjadilah banyak pertanyaan, " kok evaluasi pake pendekatan kualitatif?", "kalo pake pendekatan kualitatif, berarti gak ada indikatornya donk?",dan berbagai macam pertanyaan lainnya yang memberikan kesan kalau evaluasi itu harus kuantitatif. Selain itu pula, sebuah teknologi yang dikaji secara kualitatif pada era saat ini sudah berkembang seperti adanya aliran sosio-teknis, dan metode penelitian dari segi hard system dan soft system yang diterapkan pada mahasiswa-mahasiswa informatika. Mungkin poin-poin tersebut yang tertuang dalam tulisan Pak Putu yang telah saya kutip diatas. Disana tertulis bahwa pustakawan itu adalah sebuah profesi yang mengandung unsur teknis prosedural, yang semua kegiatan-kegiatannya diatur berdasarkan prosedur atau tata baku yang sudah ter pola, sehingga tidak usah lah pustakawan masuk ke dalam ranah teoritis. Sehingga terkesan kita ini tidak di beri kepentingan untuk mengkaji lebih lanjut tentang aspek-aspek keilmuan dan mengembangkan teori.

Dalam tulisan tersebut perpustakaan hanyalah sebuah objek dari ilmu tersebut, jadi tidak usah pusing-pusing mempersoalkan teori dan ilmu, karena perpustakaan sendiri hanya mempraktekan apa yang sudah diteliti. Dan hal tersebut diperkuat dalam penelitian yang di lakukan (juga tertulis dalam kutipan diatas). Mungkin, hal itu pula yang menjadikan keberagaman penelitian-peneltian yang dihasilkan oleh para lulusan sekolah perpustakaan, terlalu terbelenggu untuk mengikuti ini dan itu. Dan alhasil pustakawan-pustakawan ini tidak memiliki semangat perkembangan karena lulus untuk menguji sebuah kegiatan teknis berdasarkan kesempurnaan prosedural semata, dan hanya mengikuti sistem yang ada, bukan berpikir di luar sistem. Dan pada akhirnya, sampai kapan plot aliran sistem itu terkunci dan hanya menelurkan kebudayaan teknis prosedural, juga sampai kapan pula Pustakawan-pustakawan itu beralih untuk menekuni keperpustakaan dan tidak memalingkan mata lagi, agar terjadi sebuah pergerakan.

Rabu, 24 Oktober 2012

Kalkulasi Hidup : Cerminan Atau Sebuah Penolakan

Sore hari selepas pukul 17.00 dimana kerjaan sudah beres, saya pun membuka sebuah forum yang isinya hanya obrolan-obrolan ringan tapi terkadang informatif. Selintas page demi page saya buka, dan sampailah pada page kesekian dengan sebuah judul threads " 12 Hal yang Sebaiknya Anda Pelajari Saat 22 Tahun" saya akan coba mengkopi pastekan threads tersebut disini, entah kenapa saya pun enggan berkomentar dalam threads tersebut, tetapi hanya ingin menuliskan sedikiti sudut pandang dari ke-12 hal tersebut.

Waktu berlalu dengan cepat. Tampaknya baru kemarin kita berusia 12 tahun, sedang bermain sepeda di sekitar rumah. Saat berusia 22 tahun, banyak yang memutuskan untuk menikah dan berhenti sekolah, dan dengan uang pinjaman yang ada, banyak yang berpikir akan menjadi milioner saat berusia 30 tahun. Atau sejelek-jeleknya usia 35 tahun. Namun pada realitanya, segala sesuatu tidak berjalan semulus rencana.

Jika saat ini anda berusia 40 tahun, ada beberapa hal yang sebaiknya anda katakan kepada diri anda yang sedang berusia 22 tahun.

1. Selesaikan pendidikan anda.2. Uang tidak membusuk, simpanlah.3. Jangan beli rumah pertama yang anda lihat.4. Bangunlah sebuah kebiasaan untuk hidup sesuai anggaran.5. Belajarlah untuk ber-negosiasi dalam segala hal.6. Pastikan anda dilindungi asuransi kesehatan setiap saat.7. Waktu berkualitas di kantor memang penting, namun jumlah waktu anda di rumah-lah yang terpenting.8. Jangan dengarkan mereka yang mengatakan bahwa ada jalan singkat menuju kekayaan.
9. Pastikan pasangan anda memiliki nilai yang sama dengan diri anda.10. Belajar membangun jaringan.11. Never accept a job just because the pay is higher.12. Percaya, namun pastikan.
Sumber : klik

Dari beberapa poin-poin tersebut betapa sebuah poin kehidupan terlalu terkalkulasi dan terencana dengan matang, terkonsep dengan sebegitu indahnya sehingga memberikan kesan ke kakuan dalam menjalani, mengarungi dan merasakan makna yang sesungguhnya akan hidup. Tapi ada beberapa poin yang secara tidak sadar kita lakukan, ketika  kita menjalani hidup seperti hakikatnya seorang manusia yang tidak dapat hidup sendiri. Pada akhirnya ini adalah sebuah nasihat penting atau mungkin tips and trick bagi para freshgraduated seperti saya. Bagaimana dengan anda??

Jumat, 12 Oktober 2012

Mr.Commitment

Sebetulnya ini buku saya dapatkan dari rak-rak buku yang tidak terjamah di sebuah toko buku tidak ternama, dna juga berharga ditambah kortingan 15 %. Buku ini merupakan karya kedua dari Mike Gayle
Buku ini berkisah tentang seorang Ben Duffy yang menjalin hubungan dengan seorang wanita bernama Mel, sekilas membaca buku ini membuat kita semua dibawa ke sebuah kota di london dengan kesibukan orang-orang disana dari mulai bangun di pagi hari hingga aktivitas malam. Kenapa? karena pasangan ini memiliki dua latar belakang yang berbeda, Ben Duffy adalah seorang komedian (mungkin di indonesia dapat dikatakan Comic a.ka stand up comedy) yang setiap malam berpentas dari bar ke bar. Sedangkan Mel adalah seorang wanita yang bekerja full time di sebuah agensi periklanan.
Disaat kita mendalami kisah-kisah mereka kita pun di bawa kedalam sebuah hubungan bernuansa Eropa, kisah percintaan yang sungguh elegan, klasik namun penuh makna, hal tersebut ditunjukan dengan sebuah pengorbanan Duffy (begitu panggilan dalam novel tersebut) datang ke apartemen Mel hanya untuk melihat apakah kondisi Mel baik-baik saja setelah meminum Wine dan jus jeruk (masih kebayang ingin merasakan nya-jus jeruk campur wine). Setelah itu kita pun di bawa kedalam kisah percintaan yang modern ditunjukan dengan sebuah adegan seorang perempuan yang melamar laki-laki, apakah hal ini dikarenakan konsep emansipasi itu? Nah terlewat dari hal-hal percintaan, novel ini juga mengangkat sebuah ketakutan akan berkomitmen karena kejadian-kejadian yang dialami Duffy di masa lalu.
Tetapi tetap pada akhirnya sebuah novel sinetron cinta tetap ada pada posisi happy ending, tetapi Mike Gayle sangat pintar memberikan sebauh detail-detail yang membuat para pembaca berimajinasi, karena Mr Duffy selalu memberikan sebuah bayangan-bayangan tentang apa yang sedang dia lihat. Well, buku ini sangat cocok untuk seseorang yang menginginkan kisah cinta yang elegan namun klasik, dan pesan dari buku ini cintailah seseorang dengan tulus, karena hubungan yang lama tidak akan bisa berakhir sebagaimanapun usaha kamu mengakhirinya. 

Jumat, 28 September 2012

Bekerja, Radikal Dan Perut Melilit : Refleksi Seorang Pustakawan Baru

Tulisan ini merupakan sebuah refleksi singkat akan perdebatan yang saya baca, lihat dan sedikit berkomentar di sebuah milist dan bersambung dalam sebuah group FB. Tulisan ini juga sedikit menyita waktu istirahat siang juga menyita waktu pulang kerja untuk seraya tenggelam dalam ayunan pulau kapuk. Sedikit mendayu-dayu mungkin tulisan awal saya, tapi memang saya bermaksud untuk membuat seorang yang tidak sengaja membaca blog ini menjadi tersadarkan akan sebuah refleksi dan penambahan pengetahuan pada bidang pekerjaan yang kita namakan "Penjaga Buku", Ups salah Pustakawan.


Sebenarnya untuk menjadi "Penjaga Buku" itu tidak sulit, kenapa saya tuliskan tidak sulit, karena memang seseorang yang tidak mengenyam pendidikan pun bisa dengan mudah dan gampang untuk menjaga buku, bagaimana, betul??. Nah, yang sulit itu malah sedikit naik tingkat penamaannya yaitu menjadi Pustakawan. kenapa saya sebut sulit? karena ini terkait dengan isi dari yang namanya UU No 43 Tahun 2007 tentang perpustakaan ( pasti persepsi orang kalo udah berkaitan dengan yang namanya Hukum itu menjelimet makanya saya mulai dengan undang-undang..hehe). Sudah tidak usah terlalu banyak membahas undang-undang, karena ini bukan legal draft atau legal opinion dari seorang pustakawan. Dilihat dari judul tulisan ini, terdapat tiga awalan kata yang sungguh nyentrik, Bekerja, Radikal, Dan Perut Melilit. Rangkaian kata yang menurut saya yang nulis (mencoba narsis) sangat indah. Coba mari kita telaah makna-makna nya 

Bekerja menurut saya adalah sebuah kegiatan/aktifitas yang kita lakukan atas dasar pencapaian tujuan tertentu seperti yang kita inginkan, (klik disini apabila ingin lebih tau kerangka filosofi tentang "bekerja")
Radikal sebetulnya saya kurang faham dengan kata ini, hanya saja kata ini terlihat keren ketika saya tulisakan dan saya sandingkan dengan kata-kata bekerja. Kata ini terlihat mengandung sebuah makna yaitu kekerasan yang digagas untuk memaksakan melakukan sebuah perubahan atas dasar kepentingan-kepentingan tertentu (mungkin yang baca bisa search sendiri makna dari radikal ini).Dan yang terakhir adalah, Perut Melilit. kata-kata ini sebetulnya kata-kata kasar yang sungguh tidak pantas diucapkan oleh seorang yang berpendidikan. Hanya saja ketika saya dalami makna kata tersebut merupakan penggambaran akan sebuah pemuas nafsu berdasarkan sebuah kepentingan. Dan sebenarnya ketiga kata itu dapat menjalin benang merah dengan sendirinya, dalam tulisan ini saya mencoba menelaah kenapa hal itu terjadi.

Bekerja itu adalah sebuah kegiatan/aktifitas yang (mungkin) saat ini sedang kita jalani, kalau misalkan salah seorang dari kita tidak menjalaninya yah tidak apa-apa, tidak akan mengganggu makna harfiah. Karena bekerja itu tidak mesti harus jadi pegawai, contohnya pengusaha : bekerja untuk diri nya sendiri, pelajar yah bekerja untuk mendapatkan ijazah, pengangguran : bekerja untuk mendapatkan aktivitas yang menghasilkan. menurut saya sih kalau organ tubuh atau pikiran kita bergerak sedikit saja berarti itu kita sudah bekerja, bagaimana, betul?? tapi dalam konteks bekerja "Pustakawan" itu sendiri saya ini yang masih newbie kadang merasa kebingungan, kan kerjaan pustakawan yah gitu-gitu ajah, kadang orang kantor sirik, ih enak nya kerjaan lo, bacain koran, buku, makalah, dll...." hhahaha...itulah keuntungan kerja Pustakawan. Sampai tulisan ini terbentuk pun saya masih terngiang-ngiang maksud dari statment "Banyak yang mau kerja jadi pustakawan, tapi yang bisa kerja susah". Nah Lho....

Kalau, Radikal berarti kekerasan untuk memaksakan, sebetulnya kalau tidak pake kata kekerasan berarti bukan memaksakan..hehhe... dan berlanjut radikal itu adalah sebuah jalan idealisme-an, bagaimana seseorang melakukan proses bergeraknya. Biasanya radikal ini berhubungan dengan ke-idealisme-an yang merujuk pada pola pikir seseorang untuk bertindak. Selain itu juga, ke-Radikal-an ini sepatutnya tidak kita kerjakan karena terlalu banyak sisi negatif yang akan muncul, kenapa? coba bayangkan sesuatu yang selalu dipaksakan itu tidak akan ada hasil yang mengandung sisi positif. Jadi yah biarkan lah ke-Radikal-an ini ada dalam pola pikir kita, dalam pemikiran kita sehingga hanya berdampak pada keinginan untuk sempurna pada sebuah hal yang dipandang oleh seseorang tersebut.

Sedangkan Perut Melilit ini dimaknai biasanya dengan kemakmuran materil, yah UUD lah seperti awal-an pembahasan tulisan ini, tetapi ini beda arti kepanjangan klo ini UUD (ujung-ujung nya duit). Hal ini lah yang menjadi kendala beberapa orang yang bekerja, Apalagi orang-orang yang freshgraduated yang belum punya pengalam atau pengalaman magangnya saja tidak dihargai karena tidak relevan. Saya pun merasa kebingungan ,diperdebatkan soal standar-standar tentang duit segini, gaji segitu. Tetapi mungkin yang namanya manusia itu tidak pernah ada puasnya, karena setiap manusia diberikan seberapa besar pun selalu saja mengatakan kurang (inget, cerita tukang batu yang menjadi batu), Apakah kurangnya itu disebabkan oleh regional suatu wilayah, atau insflasi mata uang atau jangan-jangan ada tuyul dalam dompet kita sehingga terasa kita selalu kurang dan kurang terus.

Maka, Bekerja yang sedikit dibumbui idealisme (ke-Radikal-an yang diperhalus) itu menghasilkan (tergantung) perut melilit atau perut buncit, ngerti kan maksudnya..?? g ngerti?? saya juga g ngerti...hehehhe.... tetapi begitu pun sebaliknya, kalau misalkan perut kita melilit, kita tidak akan bisa berpikir (idealisme, ke-radikal-an yang diperhalus) dan tidak akan bisa bekerja. Ah saudahlah kok serasa diputer-puter gini...hehhee,,, ini udah waktunya saya pulang. Semoga kemacetan ibu kota sedikit memberikan inspirasi untuk saya.

Majapahit, 27 September 2012.

Selasa, 07 Agustus 2012

Kompleksitas Kualifikasi Pustakawan Yang Diinginkan Pasar

Tulisan ini berawal dari sebuah postingan salah satu milist yang menunjukan lowongan kerja, yah benar lowongan kerja di sebuah lembaga pada bagian perpustakaan. Dan yang lebih menarik perhatian saya adalah sub bagian kualifikasinya, Dan secara tidak sadar pada pagi hari saat saya sebelum membaca postingan milist itu, saya pun mendapatkan sebuah email dari salah satu agen database penyebar lowongan kerja yang ada di dunia maya ini, dan sangat terkejut juga membaca kualifikasinya. Nah, dari hal tersebutlah saya merasa ingin mengurainya menjadi sesosok tulisan kritis akan kedua perbedaan yang menurut pandangan dan pemikiran saya sangat mencolok.

1. Sebuah Sekolah Swasta Internasional Di Bilangan Bintaro sana memasang kualifikasi pustakawan :
  • Indonesia citizen
  • Bachelor's degree
  • Fluent in both oral and written English 

2. Sebuah lembaga Administrati Independent di bilangan sudirman sedang mencari kualifikasi pustakawan :
  1.   Pria, pendidikan min.D-3/S-1
  2.   Mampu berbahasa Jepang (lisan dan tulisan) yang dibuktikan dalam wawancara
  3.   Lulusan bidang Ilmu Perpustakaan plus pengetahuan bahasa Jepang lebih diutamakan.
  4.  Mempunyai sertifikat Ujian Kemampuan Berbahasa Jepang (Nihongo Noryoku Shiken) min. Level 3/N4
  5.   Memiliki pengetahuan teknis komputer baik perangkat keras/lunak, khususnya cara kerja dan pemeliharaan database / network.
  6.   Terbiasa melakukan research / penelusuran informasi menggunakan internet
  7.   Berdomisili di Jakarta dan sekitarnya
  8.   Berwawasan luas, aktif, enerjik dan ramah
  9.   Menyukai pekerjaan perpustakaan dan melayani pengunjung perpustakaan

Selain syarat diatas, akan lebih baik jika pelamar memiliki :
- pengetahuan mengenai perkembangan dunia ilmu Perpustakaan
- pemahaman mengenai budaya dan masyarakat negara Jepang
- pernah menjadi anggota perpustakaan Lembaga Administrasi Independent (samaran) Jakarta
Dari dua poin diatas adalah sebuah lowongan pekerjaan untuk posisis yang sama, yaitu Pustakawan, tetapi memiliki kualifikasi atau kompetensi yang berbeda (dan itu sungguh jomplang). Selain itu, postingan di milist memperjelas tentang kualifikasi poin yang kedua dengan membandingkan staff perpustakaan a.k.a kemampuan pustakawan yang sebelumnya, 
iya nih, soalnya ada 1 staff yg habis kontraknya ..udah 3 tahun ga bisa diperpanjangsbg gambaran, staff tsb lulusan S1 JIP-xx, lulus level 3 JLPT (semacam standard TOEFL lah tp utk bhs Jpn), dan pernah kursus teknisi komputer dan juga suka ngulik sendiri software2 perpust..jadi yaa untuk urusan teknis soal perpustakaan dia bisa mengarahkan teman2 lain yg non perpus, utk urusan bhs Jpn ya dia ngerti2 dikit krn bs dibantu teman2 yg S1 Sastra Jepang, untuk soal IT nya aku (yg mulai gaptek ini)  dan staff lain mengandalkan dia...jadi sangat terbantu sekali dalam menjalankan perpustakaan
bandingkan jika harus menerima staff yang ga sesuai kualifikasi, ga ngikuti perkembngn perpus/IT, gatau cara melihara database dsb. ...itu artinya aku kerja dobel, pdhl yg diharapkan dari seorang sarjana/calon staff perpustakaan adalah tenaga yang siap pakai ...(punya banyak bekal ilmu /pengalaman/keahlian dan bisa mengaplikasikan di pekerjaan sehingga turut mengembangkan perpustakaan).
Coba temen-temen sekalian juga bisa melihat makna apa yang disampaikan oleh seorang senior saya di postingan milist dengan memperjelas kualifikasi staff perpustakaan a.k.a pustakawan oleh sebuah lembaga yang ada di poin dua. Disini lah sebenarnya yang menjadi sebuah landasan pertanyaan saya, Sebegitu luaskah kualifikasi dan atau kompetensi yang diharapkan dari seorang pustakawan..?? At Least saya mencoba mereview apa yang sudah saya dapatkan ketika duduk di bangku kuliah, dengan ber-modal-kan kuliah saja biasa-biasa gak neko-neko, gak main sana-sini gak aktif sana-sini dan hanya berkutat dengan diktat-diktat kuliah, and then IPK gw 4.00 (ini menghayal lho). 
Dan sayangnya, dari dua kualifikasi di atas tidak ada yang mencantumkan IPK..?? apakah cuma syarat jadi CPNS saja yang harus dan mesti mencantumkan IPK..??sebegitu tidak berhargakah masalah IPK ini?? ah sudahlah tulisan ini tidak membahas IPK, mari kita kembali lagi soal kompetensi.
Sampai saat ini tidak ada sebuah kompetensi standar bagi para pustakawan untuk berkegiatan, padahal pustakawan ini menurut pendengaran saya sudah menjadi sebuah profesi yah "profesi" karena ada di dalam UU 43 tahun 2007, betul?? mungkin betul, kalo salah coba komentar dan betulkan saya...hehhee
Tetapi, acapkali ketika sudah dinamakan profesi pastilah mempunyai poin-poin standar sebagai acuan tidak hanya skedar lulusan S1 perpustakaan atau bla..bla..bala-bala.. tetapi mempunyai sebuah kualifikasi yang menarik untuk menjadi sebuah landasan bagi perpustakaan itu berkembang, betul?? tetapi sampai saat ini nothing, tidak ada standar itu, sehingga lembaga-lembaga/organ-organ yang memang membutuhkan pustakawan membuat kualifikasi dan kompetensi-nya masing-masing sesuai dengan apa yang diinginkan dari perpustakaan itu sendiri, and menurut saya tanpa ada standard untuk pustakawan, profesi ini cukup dibilang sebagai staf perpustakaan bukan pustakawan, tetapi saya dengan idelannya selalu bilang Saya Pustakawan. toh standar-nya apa untuk dapat dikatakan pustakawan??? untuk menjadi pengacara perlu ada ujian sertifikasi, untuk jadi seorang dokter harus ada ujian komp[etensi, sampai sekarang guru ada ujian kopetensi juga kan?? nah, pustakawan?? yah karena perpustakaan merupakan jantung dari pendidikan jadi nanti kalau uji kompetensi guru sudah selesai makan baru uji kompetensi pustakawan itu diselenggarakan atau malah baru akan dipikirkan...hehehe...
Yah dari tulisan ini hanya memberikan sebuah opini singkat, Hi para mahasiswa akhir pustakawan, eh salah ilmu perpustakaan belajar lah kalian yang rajin jangan hanya berpangku pada diktat-diktat itu karena sesungguhnya nanti ketika kalian bekerja bukan hanya ilmu perpustakaan yang laku di pasar, tetapi dilengkapi dengan ilmu-ilmu lainnya.


Human-Organization-Technology Fit Model : Evaluasi Sistem bukan Evaluasi Teknologi

(Human-Organization-Technology Fit Model, Yusof,etal :2006)


SISTEM DAN MODEL
Gambar diatas adalah sebuah model yang digunakan untuk memaparkan atau mengkaji sebuah proses terjadinya sistem, model tersebut dapat memaparkan dengan jelas aspek-aspek yang terkandung dalam sebuah sistem seutuhnya. Dalam hal ini, konsep sistem yang tersusun dari berbagai macan entitas-entitas yang tidak dapat dipisahkan satu sama lain. That's the point, kenapa tidak bisa dipisahkan satu sama lain? karena apabila salah satu dari sistem itu dihilangkan maka namanya bukan sistem, seperti yang om Wiki bilang 
Sistem berasal dari bahasa Latin (systÄ“ma) dan bahasa Yunani (sustÄ“ma) adalah suatu kesatuan yang terdiri komponen atau elemen yang dihubungkan bersama untuk memudahkan aliran informasimateri atau energi. Istilah ini sering dipergunakan untuk menggambarkan suatu set entitas yang berinteraksi, di mana suatu model matematika seringkali bisa dibuat.
 Mungkin cukup dengan om wiki saja saya menjelaskan perihal sistem sendiri, bagi mungkin yang sedang mencari literaturnya coba cari di beberapa buku pasti tidak jauh beda, mengandung kata Suatu Kesatuan dan ditambahkan dengan kata Dihubungkan Bersama.

Nah, sistem ini bisa dicatutkan atau dihubungkan dengan berbagai macam objeknya. Objeknya itu baik berupa Negara, Keuangan, Pemerintahan, Politik, Informasi Dst. Karena secara tidak sadar semua yang ada di ranah kehidupan kita ini merupakan hasil dari sebuah distorsi sistem lho, seperti yang Anthony Giddens sampaikan dalam teorinya 

Kerancuan kita dalam melihat objek kajian ilmu sosial. Objek utama ilmu sosial bukanlah "peran sosial" seperti dalam fungsionalisme Parsons, Bukan juga seperti kode tersembunyi dalam strukturalisme Levi-Strauss, bukan juga "keunikan situasional" seperti dalam interaksionisme-simbolis Goffman. Bukan keseluruhan, bukan bagian, bukan struktur, dan juga bukan pelaku perseorangan, melainkan titik temu antara keduanya. Itulah praktik sosial yang berulang serta terpola dalam lintas ruang dan waktu.
Seperti hal nya sebuah sistem di pandangan oleh model HOT Fit ini, poin-poin nya dan ujungnya adalah kesesuaian. 

Tapi perlu diingatkan faham itu dapat berlaku kalau kita melepaskan sebuah unsur-unsur matematis dari keutuhan sistem, jadi kita pandang sistem itu berdasarkan kaidah sosial, kaidah-kaidah kemanusiaan. Sehingga nantinya proses-proses, alur-alur yang menjadikannya sesuai itulah yang akan kita lihat dan kita analisis. 

EVALUASI yang KUALITATIF

Pasti banyak yang bertanya, maksudnya apa evaluasi yang kualitatif?? yah evaluasi kualitatif adalah penilaian yang bersifat subjektivitas untuk mendapatkan sebuah nilai utuh yang potensial guna mengembangkan aspek-aspek yang sudah ada, itu menurut saya. Oleh karena saya bukan siapa-siapa, mari kita urutkan pemaknaan evaluasi itu sendiri sehinggan nantinya bisa keluar pendapat saya seperti di atas. Evaluasi sendiri menurut ilmuwan-ilmuwan juga peneliti-peneliti yang berada di ranah sosiologi, psikologis, ilmu-ilmu behavior lebih menekankan pada sebuah proses, perolehan, penggambaran, penyediaan informasi yang berguna untuk menemukan sebuah alternatif keputusan dan dasar penetapan permasalahan yang terjadi itu seperti apa dan dapat menjadikan masalah itu buah potensial sehingga dapat diperbaiki kedepannya.

Seperti halnya pendapat dari Matthews ”Evaluasi adalah  process of delineating, obtaining and providing useful information for judging decision alternatives. Artinya evaluasi merupakan proses menggambarkan, memperoleh, dan menyajikan informasi yang berguna untuk merumuskan suatu alternative keputusan. Dalam evaluasi ada beberapa unsur yang terdapat dalam evaluasi yaitu : adanya sebuah proses (process), perolehan (obtaining), penggambaran (delineating), penyediaan (providing), informasi yang berguna (useful information) dan alternative keputusan (decision alternatives)”

Sedangkan kualitatif itu sendiri menurut om Wiki 
Penelitian kualitatif adalah 
(1) penelitian tentang anu riset yang bersifat deskriptif dan cenderung menggunakan,
(2) analisis dengan pendekatan induktif
(3)Proses dan makna (perspektif subyek) lebih ditonjolkan dalam penelitian kualitatif. (4)Landasan teori dimanfaatkan sebagai pemandu agar fokus penelitian sesuai dengan fakta di lapangan. 
(5)Selain itu landasan teori juga bermanfaat untuk memberikan gambaran umum tentang latar penelitian dan sebagai bahan pembahasan hasil penelitian.

Mari kita kaitkan sebuah landasan penelitian kualitatif dengan sebuah analisis yang evaluatif, pendekatan kualitatif menghasilkan sebuah data subjekif yang deskriptif (menggambarkan) secara jelas (karena memakai teknik wawancara mendalam ). 

Tapi tolong diingat, metode atau pendekatan ini hanya digunakan pada kajian-kajian ranah sosial jangan sampai salah kaprah yah, pendekatan ini tergantung dari objek yang kalian lihat (jadi apabila objeknya hanya memandang satu bagian yah pendekatan ini sama sekali tidak dapat dipakai!!).
Sekian penjelasan dari saya, semoga bermanfaat.

Senin, 06 Agustus 2012

Suasana Ramadhan : Futuristik Dalam Lagu Ini

Mungkin kebanyakan orang melihat bulan ramadhan itu bulan yang suci, penuh amal, penuh barokah. Tapi dalam lagu ini kita bisa melihat hal-hal aneh yang memang hal aneh itu merupakan sebuah realitas yang jelas dan ada di sekitaran kita. Bullshit, klo memang kita ngomong " ah, engga juga gw g pernah liat tuh" yah mungkin hidup lo ada di sekitaran masjid doank. Dan memang dengan saya tuliskan di Blog, orang-orang yang saya sebutkan munafik itu yang sok-sok an suci jadi bisa tau, ini lho realitas yang ada sekeliling kalian, makanya begaul...hehhee... sebelumnya jangan lupa pasang headset atau lebih baik speaker masjid...hehhe

SELAMAT MENIKMATI



Ada anak bertanya pada bapaknya“pak, puasa gak sih, pak?Batal gara-gara duduk, ah.Kok duduk bisa membatalkan puasa?Duduk di warteg, makan siang, Trus udah gitu ngajak yang punyanya selingkuh.Teteh teteh? bukan bapak-bapak, kumisan lagi.”

Majapahit, saat suasana kantuk sedang bergelayut 

Selasa, 24 Juli 2012

Celoteh The Joker Berdampak Positif

Well, walaupun sekarang disiarkan di media massa tentang penembakan brutal, yang didalangi oleh seorang mahasiswa DO jurusan ilmu syaraf dan mengikuti peran the joker dalam filman batman. Pencitraan the joker memang seorang yang antagonis (jahat) tapi mari kita lihat kata-kata yang the joker ungkapkan kepada kita, beberapa saya copy dari kaskus, tapi saya tempelkan disini supaya menjadi notes atau catatan kecil bagi saya dan khalayak pembaca sekalian


I believe whatever doesnt kill you, simply makes you stranger."
Filosofi : Tantangan adalah peluang menjadikan diri lebih baik. 
Contoh : Pelajari hal-hal baru yang menunjang keahlian utama. desainer grafis? Mulailah menulis jurnal! Ini bukan berarti mengalihkan fokus dari keahlian utama, tapi di tengah dunia kompetitif (di mana tiap tahun muncul ribuan fresh grads), harus siap dengan memperkaya diri. Berat memang. Tapi setelah menguasainya, akan menjadi lebih kuat!!


"If youre good at something, never do it for free." 
Filosofi : Hargai diri sesuai keahlian dan pengalaman. 
Contoh : Seorang karikaturis, dalam 5 menit selesai menggambar dengan sempurna wajah seorang turis, lalu meminta Rp 500 ribu. Turis itu kaget, Cuma lima menit, kok semahal itu? Jawab si karikaturis, Saat ini saya sanggup menyelesaikan sebuah karikatur dalam waktu singkat, lima menit saja. Tapi untuk bisa melakukan itu, saya butuh berlatih selama lima tahun.   siap dengan memperkaya diri. Berat memang. Tapi setelah menguasainya, akan menjadi lebih kuat!!


"If youre good at something, never do it for free." 
Filosofi : Hargai diri sesuai keahlian dan pengalaman. 
Contoh : Seorang karikaturis, dalam 5 menit selesai menggambar dengan sempurna wajah seorang turis, lalu meminta Rp 500 ribu. Turis itu kaget, Cuma lima menit, kok semahal itu? Jawab si karikaturis, Saat ini saya sanggup menyelesaikan sebuah karikatur dalam waktu singkat, lima menit saja. Tapi untuk bisa melakukan itu, saya butuh berlatih selama lima tahun. 


"In their last moments, people show you who they really are." 
Filosofi : Di saat kepepet, manusia menunjukkan kekuatan sesungguhnyabiasanya melebihi apa yang selama ini dia yakini.
Contoh : Tetapkan deadline bayangan. Bila harus menyelesaikan satu situs dalam 3 minggu, upayakan selesai dalam 2 minggu. Mungkin berat dan menekan, tapi toh tersisa satu minggu untuk rileks. Klien senang, pun tenang.Ya kan??


"Nobody panics when things go according to plan. Even if the plan is horrifying! Introduce a little anarchy. Upset the established order, and everything becomes chaos." 
Filosofi : Rutinitas bikin bosan, yang aneh-aneh malah menarik.
Contoh : Dare to be different. Smashing magazine sering menunjukkan betapa karya-karya desain grafis yang mendobrak aturan bisa begitu menakjubkan. Dalam penulisan pun, topik dan angle yang nyeleneh selalu sanggup menarik perhatian pembaca. Cobain deh!!


"I just do things." 
Filosofi : *mengutip tagline sebuah merk sepatu terkenal* Just do it! 
Contoh : Ingin bertualang ke Jerman? Pergi! Ingin menciptakan program yang bebas bugs? Ciptakan! Ingin keluar dari kantor dan beralih ke wirausaha? Oke. Nyalakan komputer, mulailah menulis surat pengunduran diri. Daripada melamun melulu, JUST DO IT FOR GODS SAKE


"Why so serious???" - the ultimate Joker philosophy - 
Filosofi : Hidup sudah susah, nggak perlu dibikin tambah susah.. 
Contoh : Bila kelewat banyak proyek untuk ditangani, outsource saja. Saat semangat mengendur, bawa laptop ke kafe yang cozy. Apa?? Didepak pacar? Cari baru dong! Kecuali (sepertinya sih) terbelit utang, tiap masalah ada solusinya. Sekali lagi, why so serious?


You complete me!!" 
Filosofi : Hidup emang butuh pendamping, buat melengkapi hidup... 
Contoh : coba deh, kalo kita kehilangan orang yang kita sayangi?atau ditinggal untuk sekian lama, pasti ada sesuatu yang hilang kan?? 

Salam 









Sumber : Kaskus

Selasa, 17 Juli 2012

Labeling : Apaan Sih? Kerjaan Teknis Banget

Judul yang sangat provokatif, untuk persoalan pekerjaan. Tapi tidak bagi saya seorang pustakawan yang bekerja sendiri. teknis dan non teknis dikerjaan berbarengan, karena sebelum kita tau akan hal non-teknis setidaknya kita harus tau dulu hal-hal yang bersifat teknis.

Mungkin ini perkara soal pe-Label-an bahan pustaka, walaupun kesannya mudah, tapi hal inilah yang memberikan jalan utama bagi kita sebagai pustakawan untuk menemukan koleksi bahan pustaka tersebut (selain sebelumnya mencari dulu melalui katalog) yah mari kita telisik lebih lanjut hal ini.
Ketebalan bahan pustaka, kok ukuran ketebalan bahan pustaka?? iyah karena ketebalan bahan pustaka ini penting untuk bagaimana nanti si label ini berfungsi sebagai sebuah alat bantu. karena seperti yang saya baca dalam sebuah blog bahwa
Sebelum pelabelan, dilihat ketebalan buku yang ada, jika tebal maka akan sangat mudah untuk memposisikan nomor yang ada dilabel persis ditengah-tengah punggung buku,  namun jika ternyata buku tersebut tipis, misalnya hanya 20 lembar saja, maka solusinya adalah dengan memposisikan angka pertama nomor klasifikasinya tepat ditengah punggung buku. sumber
Tips tersebut merupakan sebuah kejelasan kalo "bukunya terdiri dari 20 lembar" seperti halnya penjelasan UNESCO bahwa pengertian buku itu lebih dari 49 halaman. Maka sebenarnya bukan buku, oleh karena itu saya menjelaskan ini dengan bahan pustaka. kenapa sih mesti angka pertama? yah karena angka pertam itulah yang menjadi patokan dalam pengelompokan ilmu menurut Klasifikasi Dewey dan angka pertama itu juga dapat membantu kita, sebagai penelusur informasi dan pustakawan sebagai gerbang penelusur informasi agar bahan pustaka lebih cepat ditemukan. Dengan memposisikan angka pertama nomor klasifikasi ada di tengah-tengah bahan pustaka berhalaman kurang dari 49 lembar dengan otomatis tabel pada label itu tidak ada di tengah, hal ini juga yang dapat mempermudah, karena kita bisa langsung memilah-milah bahan pustaka tersebut (karena ketipisannya)

ini bukan tips, tapi penjelasan dari tips tersebut sudah banyak yang nulis tips tersebut kok tinggal buka di :
http://www.mediaperpustakaan.org/2012/06/cara-menempel-label-pada-buku.html

Semoga penjelasan-nya bisa lebih bermanfaat bagi kita semua. labeling bukan hal remeh karena apabila ini tidak dilakukan dengan kreatif dan inovatif dan juga benar, maka kita akan tersesat dalam mencari bahan pustaka (walaupun secanggih apapun alat penelusur yang kita gunakan).


Rabu, 04 Juli 2012

Tempat Tinggal Kontrak : Sudut Pandang Pemilihan

Di tulisan saya sebelumnya tentang digital archive management, saya tuliskan coming soon yah karena coming soon, masih dalam tahap penggojlokan maaf. Mungkin agan sekalian bertanya  kenapa saya menuliskan judul ini,  karena memang tulisan ini mengenai permasalahan gw tentang pemilihan "dimana gw tinggal di kota besar ini"...sekaligus mungkin bisa juga jadi ajang sampah menyampah yang lebih banyak daripada sekedar mikroblogging, tapi karena ini era go green semoga sampah gw ini bisa di daur ulang dan bermanfaat untuk kalian semua.

yang pertama yang terlintas di benak gw adalah Apa yang di MAU sama gw untuk tempat tinggal. yah ini merupakan sebuah bentuk keinginan (bukan kebutuhan, tolong bedakan) tentang idealnya seperti apa sih tempat kos yang gw pengen. hanya saja berbekal rasa ke-ironis-an yang mendalam kenapa hasil searching gw tentang "tips memilih tempat kost" persoalan jarak selalu menjadi ada di urutan no.1 ?? seperti yang ane kutip dari salah satu blog "Jarak tempuh tempat kerja/kuliah merupakan salah satu pertimbangan yang seharusnya anda pikirkan. Pastikan jaraknya sekitar 10 menit sampai tempat tujuan". (http://hiasanrumah.wordpress.com/tag/tips-memilih-kost/). Nah kalo hal ini 10 menit dari tempat tujuan rata-rata tempat kost, dengan hitungan jarak 10 menit dari tempat kerja gw rata-rata tidak sesuai dengan kantong gw, kalaupun sesuai dengan kantong gw yang ada lingkungan tidak nyaman juga kondisi kamar mandi mengkhawatirkan. Hal tersebut menjadi benang merah dan memunculkan beberapa pertanyaan kembali tentang tips ini yakin valid atau bagaimana tentang cara memilih tempat tinggal (a.k.a kontrakan selama belum berniat untuk nyicil rumah yah gan).

Karena sesuai yang gw baca dari beberapa tulisan di dunia maya ini urutan untuk pemilihan tempat kost itu adalah sebagai berikut :
  1. Jarak, jarak tempat kost menuju tempat dimana kita beraktifitas sehari-hari.
  2. Biaya, duit yang harus gw keluarin setiap bulan untuk cuma numpang tidur doank.
  3. Kondisi kost, kondisi tentang hidup layak sesuai dengan yang gw MAU.
  4. Lingkungan, biasanya yang namanya bertempat tinggal a.k.a kost harus bersosialisasi kan?
  5. Fasilitas, ini yang bikin agan-agan sekalian g usah bingung-bingung nyari furniture tambahan.
  6. Cari informasi, ( 2 kata itu yang sampai saat ini gw sedang tulis, masih belum faham kaitan dengan poin-poin sebelumnya apa).
Coba agan-agan sekalian urutkan satu persatu dan fahami juga mungkin maknai (gile bener, apa ampe segitunya gw mikirn hal simple beginian) weits, jangan salah persoalan ini sebenernya menjadi sebuah hal utama yang harus kita semua pikirin, karena secara g langsung hal-hal simple gini juga nantinya bisa mempengaruhi kondisi kita ke depannya (toh, tempat tinggal masih masuk dalam konsep kebutuh primer kan??) karena menurut om wiki :
Papan adalah kebutuhan manusia untuk membuat tempat tinggal. Pada awalnya fungsi rumah hanya untuk bertahan diri.[1] Namun lama kelamaan berubah menjadi tempat tinggal keluarga.[1] Karena itu kebutuhan akan memperindah rumah semakin ditingkatkan.[1]  (sumber : kebutuhan primer)
Nah, selain baju dan makan yang terakhir itu papan (tempat tinggal) jadi jangan sampai salah perhitungan gan (wuiidihh serasa mau bisnis aja, itung-itungan) cukup jelas gan, ibarat dunia bisnis hal pokok inilah yang menjadi modal dasar manusia untuk beraktifitas dan mengais rezeki. Coba agan bayangkan kalo agan gak pake baju sehari-hari, mau dikemanain tuh mukanya, dan juga coba bayangkan kalo agan ga makan atau minum sehari-hari nya, gimana mau berkegiatan yang membutuhkan energi, yang ada malah tidur dan tidur karena lemes.

Balik lagi ke topik,  soal kos/kontrakan/tempat tinggal sementara ini. jadi sebenernya yang bisa kita pilih itu yang mana. karena kalo kita lihat dengan di buat per point seperti itu merupakan sebuah pioritas dalam pemilihan sebuah hal kan?. Pendapat gw sih, mari kita makna poin-poin tersebut sebagai sebuah acuan, yang dimana tergantung selera kita untuk memilih prioritasnya. apakah itu mau menyesuaikan dengan tips-tips itu atau kita buat prioritas sesuai dengan apa yang kita sebut itu MAU...

Tapi terkadang, untuk segelintir orang mendefinisikan kata MAU itu yang susah, jadi ujung-ujung nya yah terpatok dari poin-poin yang ada sebagai sebuah bahan untuk menjadi prioritasnya. Entah itu terlepas dari si penulis membuat poin itu sebagai sebuah prioritas atau hanya untuk memudahkan penulis menjelaskan apa yang dia ingin sampaikan. that means, pentingnya sebuah filterisasi informasi. saking luasnya, saking hebatnya apa yang disebut sebagai MAKNA, yah itu urusan masing-masing pihak. Hanya saja gw disini mencoba menjelaskan pada agan-agan sekalian, tips-tips tersebut yang dibuat menjadi poin bukanlah sebuah prioritas karena ketika saya membaca beberapa artikel di beberapa blog tentang tips memilih kos-kos/kontrakan selalu ujung nya memberikan kata-kata semoga tips di atas bermanfaat bagi anda sekalian.

Yah, menurut pemikiran awam saya sih kalimat tersebut adalah kalimat ajakan, dimana kalo agan-agan sekalian mengikuti berarti bermanfaat kalo tidak yasudah biarkanlah. Hanya saja yang namanya manusia kalo itu disebut tips, berarti yah anjuran kan??anjuran untuk diikuti..heheh...
Makanya klo agan-agan membaca tulisan di akhir ini, yah saya hanya menganjurkan poin ke 6 dari urutan tips pemilihan tempat kos yang saya tuliskan di atas. that's means "CARI INFORMASI" karena dua kata tersebut adalah perwujudan dari 5 poin sebelumnya.

Selamat Memilih...

Kamis, 21 Juni 2012

Digital Archive Management System

                Coming Soon...!
http://www.oclc.org/digitalarchive/
 Riset Konsep kerjaan saya....



 

WARNING !!

PLAGIAT ADALAH TINDAKAN YANG BISA MENDAPATKAN SANKSI BACA SENDIRI UU RI No 19 TAHUN 2002 BAB XIII Ketentuan Pidana Pasal 72, APABILA MAU MENGOPI-PASTE TULISAN DISINI GUNAKAN SITASI YANG BAIK DAN BENAR